BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintahan
negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN,
perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan
dengan Undang-Undang.
Menurut UU No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang – undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat.
Pembahasan
mengenai APBN di dalam makalah ini akan meliputi dari, pengertian APBN,
Penyusunan Anggaran APBN, Pelaksanaan
Anggaran APBN, Pengawasan Anggaran APBN, Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBN,
Revisi Anggaran APBN, Dampak APBN Tidak di Revisi.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian siklus anggaran pemerintah
pusat dan daerah?
2.
Bagaimana tahap-tahap siklus anggaran pemerintah
pusat dan daerah?
3.
Bagaimana siklus anggaran pemerintah
pusat dan daerah?
1.3.
Manfaat
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa pengertian siklus
anggaran pemerintah pusat dan daerah.
2.
Untuk mengetahui bagaimana tahap-tahap
siklus anggaran pemerintah pusat dan daerah.
3.
Untuk mengetahui siklus anggaran pemerintah
pusat dan daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Siklus Anggaran
Perencanaan dan pengendalian saling
terkait seperti mata uang dan membentuk siklus. Dalam pembangunan suatu negara,
perencanaan dan pengendalian pada dasarnya merupakan dua sisi mata uang yang sama sehingga keduanya
harus dipertimbangkan secara bersama-sama.
Tanpa pengendalian, perencanaan
tidak aka nada artinya karena tidak ada
tindak lanjut (Follow Up)
untuk mengidentifikasi apakah rencana organisasi telah tercapai. Sebaliknya
tanpa ada perencanaan, maka pengendalian
tidak akan berarti karena tidak ada target atau rencana yang digunakan sebagai
pembanding.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, maka siklus anggaran tahap-tahap sebagai berikut :
1.
Penyusunan
anggaran
2.
Pelaksanaan
anggaran
3.
Pengawasan
anggaran
4. Pelaporan
dan Pertanggungjawaban Anggaran
Muhamad
Chatib Basri dalam Pokok-Pokok Siklus APBN di Indonesia penyusunan konsep kebijakan
dan kapasitas fiskal sebagai langkah awal (2014:7) menjelaskan bahwa Siklus
adalah putaran waktu yang berisi rangkaian kegiatan secara berulang dengan tetap dan teratur. Oleh karena itu,
Siklus anggaran dapat diartikan sebagai rangkaian
kegiatan yang berawal dari perencanaan dan penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban anggaran yang
berulang dengan tetap dan teratur setiap
tahun anggaran.
Dari
definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Siklus Anggaran (Budget Cycle) adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran (APBN/APBD/APBDesa)
disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang.
2.
Tahap
– Tahap Siklus Anggaran
2.
1. Penyusunan Anggaran
2.1.1.
Penyusunan Anggaran Pemerintah Pusat
Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat
menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun
anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selambat-lambatnya
pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Berdasarkan hasil pembahasan kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama DPR
membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi
setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN,
menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun
rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) tahun
berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai,
disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sedang disusun. RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang
tentang APBN tahun berikutnya.
Penyusunan rencana kerja mengacu kepada Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL. Penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga untuk periode satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. Untuk
selanjutnya, petunjuk teknis penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun melalui
Keputusan Menteri Keuangan.
Reformasi di bidang penyusunan anggaran juga
diamanatkan dalam Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran.
Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan
penganggaran dengan prospektif jangka menengah (medium term expenditure
framework), penerapan penganggaran secara terpadu (unified budget),
dan penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance budget).
Dengan menggunakan pendekatan penyusunan anggaran tersebut, maka penyusunan
rencana kerja dan anggaran diharapkan akan semakin menjamin peningkatan
keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran (planning and
budgeting).
Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang
(RUU) tentang APBN tahun berikutnya disertai dengan nota keuangan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus. Pembahasan RUU APBN
dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR.
Dalam pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN.
Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya
dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang
disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsi, subfungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan
undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian
pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden tentang
Rincian APBN. Selanjutnya, Menteri Keuangan memberitahukan kepada
menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk
masing-masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun
dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya,
berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian
APBN. Dokumen pelaksanaan anggaran terurai dalam sasaran yang hendak dicapai,
fungsi, program, dan rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai
sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satker, serta pendapatan
yang diperkirakan.
Adapun siklus penyusunan dan penetapan APBN adalah
sebagai berikut :
2.1.2.
Penyusunan Anggaran Pemerintah Daerah
Proses perencanaan dan penyusunan
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) mengacu pada PP Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:
1.
Penyusunan
rencana kerja pemerintah daerah;
2.
Penyusunan
rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran
sementara;
3.
Penyusunan
rencana kerja dan anggaran SKPD;
4.
Penyusunan
rancangan perda APBD;
5.
Penetapan
APBD.
1. Rencana
Kerja Pemerintah Daerah
Penyusunan APBD didasarkan pada
perencanaan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu, mengenai program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila dilihat dari perspektif waktunya,
perencanaan di tingkat pemerintah daerah dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
(1) Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan perencanaan pemerintah
daerah untuk periode 20 tahun; (2) Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; (3) Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunan daerah. Sedangkan
perencanaan di tingkat SKPD terdiri dari Rencana Strategi (Renstra) SKPD
merupakan rencana untuk periode 5 tahun, dan Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan
rencana kerja tahunan SKPD.
Proses penyusunan perencanaan di
tingkat satker dan pemda dapat diuraikan sebagai berikut:
1. SKPD menyusun rencana strategis
(Renstra-SKPD) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya
masing-masing.
2. Penyusunan Renstra-SKPD dimaksud
berpedoman pada rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). RPJMD
memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, dan program SKPD, lintas SKPD, dan program kewilayahan.
3. Pemda menyusun rencana kerja
pemerintah daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJMD dengan
menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu satu tahun yang mengacu
kepada Renja Pemerintah.
4. Renja SKPD merupakan penjabaran dari
Renstra SKPD yang disusun berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program
dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
5. RKPD memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas, pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang
terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemda maupun
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
6. Kewajiban daerah sebagaimana
dimaksud di atas adalah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. RKPD disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.
8. Penyusunan RKPD diselesaikan
selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun anggaran sebelumnya.
9. RKPD ditetapkan dengan peraturan
kepala daerah.
2. Kebijakan
Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Suatu jembatan antara proses
perumusan kebijakan dan penganggaran merupakan hal penting dan mendasar agar
kebijakan menjadi realitas dan bukannya hanya sekedar harapan. Untuk tujuan ini
harus ditetapkan setidaknya dua aturan yang jelas:
ü Implikasi dari perubahan kebijakan
(kebijakan yang diusulkan) terhadap sumber daya harus dapat diidentifikasi,
meskipun dalam estimasi yang kasar, sebelum kebijakan ditetapkan. Suatu entitas
yang mengajukan kebijakan baru harus dapat menghitung pengaruhnya terhadap
pengeluaran publik, baik pengaruhnya terhadap pengeluaran sendiri maupun
terhadap departemen pemerintah yang lain.
ü Semua proposal harus dibicarakan/dikonsultasikan
dan dikoordinasikan dengan para pihak terkait: Ketua TAPD, Kepala Bappeda dan
Kepala SKPD.
Dalam proses penyusunan anggaran,
tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) harus bekerjasama dengan baik dengan
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk menjamin bahwa anggaran disiapkan
dalam koridor kebijakan yang sudah ditetapkan (KUA dan PPAS); dan menjamin
semua stakeholders terlibat dalam proses penganggaran sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Konsultasi dapat memperkuat
legislatif untuk menelaah strategi pemerintah dan anggaran. Dengan pendapat
antara legislatif dan pemerintah, demikian juga dengan adanya tekanan dari
masyarakat, dapat memberi mekanisme yang efektif untuk mengkonsultasikan secara
luas kebijakan yang terbaik. Pemerintah harus berusaha untuk mengambil umpan
balik atas kebijakan dan pelaksanaan anggarannya dari masyarakat, misalnya
melalui survey, evaluasi, seminar dan sebagainya. Akan tetapi, proses
penyusunan anggaran harus menghindari tekanan yang berlebihan dari pihak-pihak
yang berkepentingan dan para pelobi, agar penyusunan anggaran dapat
diselesaikan tepat waktu.
A. Kebijakan Umum APBD (KUA)
Proses penyusunan KUA adalah sebagai
berikut:
1) Kepala daerah berdasarkan RKPD
menyusun rancangan kebijakan umum APBD (RKUA).
2) Penyusunan RKUA berpedoman pada
pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
Sebagai contoh untuk bahan penyusunan APBD Tahun 2007 Menteri Dalam Negeri
telah menerbitkan Permendagri Nomor 26 Tahun 2006 tertanggal 1 September 2006
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2007.
3) Kepala daerah menyampaikan RKUA
tahun anggaran berikutnya, sebagai landasan penyusunan RAPBD, kepada DPRD
selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
4) RKUA yang telah dibahas kepala
daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati
menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA).
Pedoman Penyusunan Anggaran seperti
tercantum dalam Permendagri Nomor 26 Tahun 2006 tersebut di atas memuat antara
lain:
Ø Pokok-pokok kebijakan yang memuat
sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah
Ø Prinsip dan kebijakan penyusunan
APBD tahun anggaran bersangkutan
Ø Teknis penyusunan APBD, dan
Ø Hal-hal khusus lainnya.
B. Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS)
Untuk penyusunan rancangan APBD,
diperlukan adanya urutan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). PPAS
merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan
kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD.
Proses penyusunan dan pembahasan PPAS menjadi PPA adalah sebagai berikut:
1)
Berdasarkan
KUA yang telah disepakati, pemda dan DPRD membahas rancangan prioritas dan
plafon anggaran sementara (PPAS) yang disampaikan oleh kepala daerah.
2)
Pembahasan
PPAS.
3)
Pembahasan
PPAS dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
§ Menentukan skala prioritas dalam
urusan wajib dan urusan pilihan
§ Menentukan urutan program dalam
masing-masing urusan
§ Menyusun plafon anggaran sementara
untuk masing-masing program.
4)
KUA
dan PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama kepala daerah dan DPRD
dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh kepala
daerah dan pimpinan DPRD.
5)
Kepala
daerah berdasarkan nota kesepakatan menerbitkan pedoman penyusunan rencana
kerja dan anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebagai pedoman kepala SKPD menyusun
RKA-SKPD.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 87 ayat (2) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, kepala daerah
menyampaikan rancangan PPAS kepada DPRD untuk dibahas bersama antara TAPD dan
panitia anggaran DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli dari tahun anggaran
berjalan. Setelah disepakati bersama PPAS tersebut ditetapkan sebagai Prioritas
dan Plafon Anggaran (PPA) paling lambat pada akhir bulan Juli tahun anggaran
berjalan.
3. Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
Menurut Pasal 89 ayat (3)
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, setelah ada Nota Kesepakatan tersebut di atas
Tim Anggaran (TAPD) menyiapkan surat edaran kepala daerah tentang Pedoman
Penyusunan RKA-SKPD yang harus diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus
tahun anggaran berjalan.
Pengaturan pada aspek perencanaan
diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat
menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan
umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan
melibatkan partisipasi masayarakat. Sementara itu, penyusunan anggaran
dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah (KPJM), pendekatan anggaran terpadu, dan pendekatan anggaran kinerja.
Pendekatan KPJM adalah pendekatan
penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap
kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran,
dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun
berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Kerangka pengeluaran jangka
menengah digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan. Gambaran
jangka menengah diperlukan karena rentang waktu anggaran satu tahun terlalu
pendek untuk tujuan penyesuaian prioritas pengeluaran, dan ketidakpastian
terlalu besar bila perspektif anggaran dibuat dalam jangka panjang (di atas 5
tahun). Proyeksi pengeluaran jangka menengah juga diperlukan untuk menunjukkan
arah perubahan yang diinginkan. Dengan menggambarkan implikasi dari kebijakan
tahun berjalan terhadap anggaran tahun-tahun berikutnya, proyeksi pengeluaran
multi tahun akan memungkinkan pemerintah untuk dapat mengevaluasi
biaya-efektivitas (kinerja) dari program yang dilaksanakan. Sedangkan pada
pendekatan anggaran tahunan yang murni, hubungan antara kebijakan sektoral
dengan alokasi anggaran biasanya lemah, dalam arti sumber daya yang diperlukan
tidak cukup mendukung kebijakan/program yang ditetapkan. Akan tetapi, harus
dihindari perangkap dimana pendekatan pemograman multi tahun ini dengan
sendirinya membuka peluang terhadap peningkatan pengeluaran yang tidak perlu
atau tidak relevan.
Penganggaran terpadu (unified
budgeting) adalah penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara
terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan
pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana dan
untuk menghindari terjadinya duplikasi belanja. Sedangkan penyusunan anggaran
berbasis kinerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan
dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian
hasil dan keluaran tersebut. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja
diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap
program dan jenis kegiatan.
Pendekatan penganggaran berdasarkan
prestasi kerja dilaksanakan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan
dan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dengan hasil kerja dan manfaat yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Anggaran Berbasis Kinerja ini
disusun berdasarkan pada :
1. Indikator kinerja
2. Capaian atau target kinerja
3. Analisis standar belanja (ASB)
4. Standar satuan kerja, dan
5. Standar pelayanan minimal
Dokumen penyusunan anggaran yang
disampaikan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang
disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD harus betul-betul
dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi
antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil
yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang
dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung
makna bahwa setiap pengguna anggaran (penyelenggara pemerintahan) berkewajiban
untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya.
Selanjutnya, beberapa prinsip dalam
disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah
antara lain adalah (1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan,
sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran
belanja; (2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya
dalam APBD/Perubahan APBD; dan (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah
dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan
melalui rekening Kas Umum Daerah.
4. Penyiapan
Raperda APBD
RKA-SKPD yang telah disusun,
dibahas, dan disepakati bersama antara Kepala SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) digunakan sebagai dasar untuk penyiapan Raperda APBD. Raperda ini
disusun oleh pejabat pengelola keuangan daerah yang untuk selanjutnya
disampaikan kepada kepala daerah. Raperda tentang APBD harus dilengkapi dengan
lampiran-lampiran berikut ini :
§ Ringkasan APBD menurut urusan wajib
dan urusan pilihan
§ Ringkasan APBD menurut urusan
pemerintahan daerah dan organisasi
§ Rincian APBD menurut urusan
pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja, dan pembiayaan
§ Rekapitulasi belanja menurut urusan
pemerintahan daerah, organisasi, program, dan kegiatan
§ Rekapitulasi belanja daerah untuk
keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam
kerangka pengelolaan keuangan negara
§ Daftar jumlah pegawai per-golongan
dan per-jabatan
§ Daftar piutang daerah
§ Daftar penyertaan modal (investasi)
daerah
§ Daftar perkiraan penambahan dan
pengurangan aset tetap daerah
§ Daftar perkiraan penambahan dan
pengurangan aset-aset lain
§ Daftar kegiatan-kegiatan tahun
anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun
anggaran ini
§ Dafar dana cadangan daerah, dan
§ Daftar penjaman daerah.
Suatu hal penting yang harus
diperhatikan adalah bahwa sebelum disampaikan dan dibahas dengan DPRD, Raperda
tersebut harus disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat yang bersifat
memberikan informasi tentang hak dan kewajiban pemerintah daerah serta
masyarakat dalam pelaksanaan APBD pada tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan
dan/atau sosialisasi tentang Raperda APBD ini dilaksanakan oleh Sekretaris
Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah.
5. Penetapan
APBD
Proses penetapan APBD melalui
tahapan sebagai berikut :
A. Penyampaian dan
Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104
Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah
disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan
oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober
tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah
terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dimulai.
Atas dasar persetujuan bersama
tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang
APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara
lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini
baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat
pengesahan dari Gubernur terkait. Selanjutnya menurut Pasal 108 ayat (2)
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, apabila dalam waktu 30 (tiga puluh hari)
setelah penyampaian Raperda APBD Gubernur tidak mengesahkan raperda tersebut,
maka kepala daerah (Bupati/Walikota) berhak menetapkan Raperda tersebut menjadi
Peraturan Kepala Daerah.
B. Evaluasi Raperda tentang APBD dan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan
kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus
disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari kerja.
Evaluasi ini bertujuan demi
tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional,
keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk
meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan
umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya.
Hasil evaluasi ini sudah harus
dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota
paling lama 15 (lima belas ) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD
tersebut.
C.
Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Tahapan terakhir adalah menetapkan
raperda APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang
telah dievaluasi tersebut menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD paling lambat tanggal 31 Desember tahun
anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang
penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.
Adapun jadwal penyusunan APBD
Pemerintah Daerah :
NO
|
URAIAN
|
WAKTU
|
LAMA
|
1
|
Penyusunan RKPD
|
Akhir bulan Mei
|
|
2
|
Penyampaian KUA dan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala
daerah
|
Minggu 1 bulan Juni
|
1 minggu
|
3
|
Penyampaian KUA dan PPAS oleh kepala daerahkepada DPRD
|
Pertengahan bulan Juni
|
6
minggu
|
4
|
KUA dan PPAS disepakati antara
kepala daerahdan DPRD
|
Akhir bulan Juli
|
5
|
Surat Edarankepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD
|
Awal bulanAgustus
|
1 Minggu
|
6
|
Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD danRKA-PPKD
serta penyusunan Rancangan APBD
|
Awal Agustus sampai dengan akhir September
|
7 Minggu
|
7
|
Penyampaian Rancangan APBD kepadaDPRD
|
Minggu pertama bulan Oktober
|
2 Bulan
|
8
|
Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala daerah
|
Palinglama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan
|
|
9
|
Hasil evaluasi Rancangan APBD
|
15 hari kerja (bulan
Desember)
|
|
10
|
Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai
denganhasil evaluasi
|
Paling Lambat Akhir Desember (31 Desember)
|
|
2.1.3. Penyusunan
Anggaran Pemerintah Desa
Dalam menyusun APB
Desa (Anggaran Pendapatan Belanja Desa), ada beberapa ketentuan yang harus
dipatuhi:
Ø APB Desa disusun berdasarkan RKPDesa
yang telah ditetapkan dengan Perdes.
Ø APB Desa disusun untuk masa 1 (satu)
tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai 31 Desember tahun berikutnya.
Ø Prioritas Belanja Desa disepakati
dalam Musyawarah Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa berdasarkan
pada penilai kebutuhan masyarakat.
Ø Rancangan APB Desa harus dibahas
bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Ø APB Desa dapat disusun sejak bulan
September dan harus ditetapkan dengan Perdes, selambat-lambatnya pada 31
Desember pada tahun yang sedang dijalani.
Adapun jadwal penyusunan APBD
Pemerintah Daerah :
2.2.
Pelaksanaan Anggaran
2.2.1.
Pelaksanaan Anggaran Pemerintah Pusat
Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen
pelaksanaan anggaran oleh Menteri Keuangan. Terhadap dokumen anggaran yang
telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan
lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur Jenderal Anggaran,
Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa
Pengguna Anggaran. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan
dengan DIPA. Sedangkan dokumen pembayaran antara lain terdiri dari Surat
Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D).
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan anggaran belanja, pasal
17 Undang-Undang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan yang tercantum dalam dokumen
pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan berwenang mengadakan
ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan
Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72
Tahun 2004.
Pedoman untuk pelaksanaan belanja negara terdiri atas:
1.
Peraturan
teknis dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara, yaitu yang memuat bagaimana prosedur pengelolaan keuangan
negara mulai dari ketersediaan dana, pengajuan tagihan kepada negara,
penataausahaan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
b. Peraturan Dirjen Perbendaharaan
Nomor PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011.
2.
Peraturan
teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan kementerian negara/lembaga sebagaimana
tercantum dalam DIPA dan Petunjuk Operasional Kegiatan ditetapkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Bagan Pelaksanaan APBN dapat dilihat pada gambar dibawah ini
:
2.2.2.
Pelaksanaan Anggaran Pemerintah Daerah
Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibartu
oleh (satu) orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara. Penyelenggara
pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
Rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang penjabaran APBD yang
telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
PPKD paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan,
memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD.
Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan,
anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan
dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan. Kepala SKPD menyerahkan
rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6 (enam) hari kerja setelah
pemberitahuan. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan
kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD
mengesahkan rancangan DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah. DPA-SKPD
yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan
daerah , dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal disahkan. DPA-SKPD digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh
kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
Kepala SKPD berdasarkan
rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran SKPD. Rancangan anggaran kas
SKPD disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD.
Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan
DPA-SKPD. PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas pemerintah daerah guna mengatur
ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai
dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah
disahkan. Anggaran kas memuat perkiraan arus kas masuk dan perrkiraan arus kas
keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
Siklus penatausahaan penerimaan keuangan daerah terdiri atas dua siklus yaitu
siklus penatausahaan penerimaan keuangan daerah dan siklus penatausahaan
pengeluaran keuangan daerah.
Bagan Pelaksanaan APBD
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
2.2.3. Pelaksanaan
Anggaran Pemerintah Desa
Pelaksanaan APBDesa dilaksanakan
selama 1 tahun anggaran berjalan, yaitu 12 bulan terhitung dari mulai
ditetapkannya APBDesa. Pelaksanaan APBDesa berpedoman kepada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Adapun
asas umum pelaksanaan anggaran APBDesa yang diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa adalah
sebagai berikut :
1. Semua penerimaan desa dan pengeluaran desa dikelola dalam
APBDesa
2. Jumlah belanja
yang dianggarkan dalam APBDesa merupakan batas tertinggi untuk setiap
pengeluaran belanja dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Pengeluaran
tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBDesa.
4. Pengeluaran
dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam
rancangan perubahan APBDesa dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi
anggaran
5. Kriteria
keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Setiap Desa
dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran desa untuk tujuan lain dari
yang telah ditetapkan dalam APBDesa.
7. Pengeluaran
belanja desa menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
8. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBDesa
tidak dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa menjadi Peraturan Desa.
9. Pengeluaran
kas Desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat
mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Desa
10. Belanja yang bersifat
mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan terus menerus, dan
harus dialokasikan oleh pemerintah desa dengan jumlah cukup untuk
keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan,
misal belanja pegawai, belanja barang dan jasa.
11. Belanja
bersifat wajib merupakan belanja untuk pemenuhan pendanaan pelayanan
dasar masyarakat, misalnya : pendidikan, kesehatan dan /atau
melaksanakan kewajiban kepada Pihak Ketiga.
12. Bendahara Desa
wajib memungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetor
seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening Kas Negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pelaksanaan APBDesa dibagi
dalam pelaksanaan Pendapatan desa dan pelaksanaan belanja desa.
A. Pelaksanaan Pendapatan Desa
1.
Semua pendapatan desa dilaksanakan
melalui rekening kas desa;
2.
Khusus bagi desa yang belum memiliki
pelayanan perbankan di wilayahnya maka pengaturannya diserahkan kepada daerah;
3.
Program dan kegiatan yang masuk desa
merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam APBDesa
4.
Setiap pendapatan desa harus didukung
oleh bukti yang lengkap dan sah;
5.
Kepala desa wajib mengintensifkan
pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya;
6.
Pemerintah desa dilarang melakukan
pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa.
B. Pelaksanaan Belanja Desa
1.
Setiap Pengeluaran belanja atas beban
APBDesa harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah dan harus mendapat
pengesahan dari Sekretaris Desa atas kebenaran material yang timbul dari
penggunaan bukti dimaksud;
2.
Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan
beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang
APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa;
3.
Pengeluaran kas desa sebagaimana
dimaksud pada pin 2 tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat
dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala
desa;
4.
Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak
penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan
potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penatausahaan
dilakukan oleh Bendahara Desa. Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan setiap
penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara
tertib. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat
disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
2.3.
Pengawasan Anggaran
2.3.1. Pengawasan Anggaran Pemerintah Pusat
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak
diungkap secara nyata dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Namun, Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 jo Keputusan Presiden
Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN pada Bab IX memuat hal-hal
yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini pengawasan terhadap
pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan/kepala kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali. (Yang berlaku
sekarang sesuai dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 47/PB/2009 jo.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008 bahwa pemeriksaan kas bendahara
tersebut dilaksanakan sekurang-kurangnya satu bulan sekali.)
Inspektur Jenderal masing-masing kementerian
negara/lembaga dan unit pengawasan pada lembaga melakukan pengawasan atas
pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian negara/lembaga bersangkutan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Inspektur Jenderal kementerian negara/lembaga
dan pimpinan unit pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat
mengenai hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan APBN.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif,
terdapat pula pengawasan yang dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara
langsung mupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui
mekanisme monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR
selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran
yang bersangkutan. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk
semester II dengan maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada atau
tidaknya APBN Perubahan untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan
semester I dan prognosa semester II tersebut dibahas dalam rapat kerja antara
Panitia Anggaran DPR dan Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah. Pengawasan
tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPK atas
pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yanag dilakukan BPK menyangkut
tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan APBN. Pengawasan Terhadap APBN
dilaksanakan mulai 1 Januari - 31
Desember pada tahun berjalan atau terhitung mulai sejak Penetapan APBN
2.3.2. Pengawasan Anggaran Pemerintah Daerah
Tahap pengawasan pelaksanaan APBD ini diungkap secara
nyata dalam Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
pengelolaan keuangan Daerah. Pada tahap ini pengawasan terhadap pelaksanaan APBD
dilakukan oleh atasan/kepala kantor/satuan kerja SKPD dalam lingkungannya.
Atasan langsung bendahara melakukan pemeriksaaan kas bendahara
sekurang-kurangnya tiga bulan sekali. (Yang berlaku sekarang sesuai dengan
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 47/PB/2009 jo. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 73/PMK.05/2008 bahwa pemeriksaan kas bendahara tersebut dilaksanakan
sekurang-kurangnya satu bulan sekali.)
Inspektorat dan unit pengawasan pada lembaga melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBD di lingkungan SKPD bersangkutan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Inspektorat dan pimpinan unit pengawasan lembaga wajib
menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai hal-hal yang terkait dengan
pelaksanaan APBD.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif,
terdapat pula pengawasan yang dilakukan oleh DPRD atau legislatif baik secara
langsung mupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui
mekanisme monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada DPRD
selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran
yang bersangkutan. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk
semester II dengan maksud agar DPRD dapat mengantisipasi kemungkinan ada atau
tidaknya APBD Perubahan untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan
semester I dan prognosa semester II tersebut dibahas dalam rapat kerja antara
Panitia Anggaran DPRD dan TAPD sebagai wakil pemerintah. Pengawasan tidak
langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPK atas pelaksanaan
APBD kepada DPRD. Pemeriksaan yanag dilakukan BPK menyangkut tanggung jawab
pemerintah dalam melaksanakan APBD. Pengawasan Terhadap APBD dilaksanakan mulai
1 Januari - 31 Desember pada tahun
berjalan atau terhitung mulai sejak Penetapan APBD.
2.3.3. Pengawasan Anggaran Pemerintah Desa
Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN,
Pasal 1, ayat 2 : Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya dalam pasal 6
disebutkan bahwa Dana Desa tersebut ditransfer melalui APBD kabupaten/kota
untuk selanjutnya ditransfer ke APB Desa.
Meskipun
Pemerintah telah meyakinkan agar masyarakat tidak khawatir mengenai
penyelewengan dana desa tersebut tetapi dengan adanya fakta bahwa banyak kepala
daerah terjerat kasus korupsi bukan tidak mungkin kalau ladang korupsi itu akan
berpindah ke desa-desa. Masyarakat desa sangat berharap agar BPD bisa menjalankan
fungsinya untuk mengawasi penggunaan dana desa tersebut.
Dasar Hukum Pengawasan Dana Desa oleh BPD
1.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 55 disebutkan Badan Permusyawaratan Desa
mempunyai fungsi:
·
Membahas
dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
·
Menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
·
Melakukan
pengawasan kinerja Kepala Desa.
2.
Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 48 : Dalam melaksanakan tugas, kewenangan,
hak, dan kewajibannya, kepala Desa wajib:
· Menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota;
· Menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota;
· menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir
tahun anggaran.
3.
Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 51:
· Kepala Desa menyampaikan laporan
keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara
tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
· Laporan keterangan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
pelaksanaan peraturan Desa.
· Laporan keterangan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.
Dari
uraian diatas sudah jelas bahwa Badan Permusyawaratan Masyarakat Desa mempunyai
peran yang strategis dalam ikut mengawal penggunaan dana desa tersebut agar
tidak diselewengkan. Jika dicermati ketentuan pasal 48 dan 51 PP Nomor 43 Tahun
2014. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut setikdanya ada 3 poin yang sangat
krusial yaitu :
1.
Pasal
48 huruf c yang menyebutkan bahwa Kepala Desa wajib menyampaikan laporan
keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan
Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.
2.
Pasal
51 ayat 2 bahwa Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan
Desa. Mari kita garis bawahi mengenai kata-kata paling sedikit memuat
pelaksanaan peraturan Desa. Kita tentu masih ingat bahwa APBDes adalah
merupakan salah satu contoh Peraturan Desa. Ini artinya bahwa kalau Kepala Desa
wajib membuat laporan keterangan tertulis tentang pelaksanaan peraturan desa
berarti kepala desa wajib membuat laporan tentang pelaksanaan APBDes.
3.
Lebih
lanjut dalam Pasal 51 ayat (3) dijelaskan bahwa laporan keterangan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja
kepala Desa.
Karena
dana desa yang bersumber dari APBN jumlahnya cukup besar maka diperlukan
mekanisme kontrol dari masyarakat untuk mengawasi penggunaan dana desa tersebut
agar dana tersebut dipergunakan sesuai dengan peruntukannya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemerintahan Desa dituntut menyelenggarakan
pemerintahan secara transparan dan akuntabel.
Badan
Permusyawaratan Desa yang merupakan lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan
diharapkan bisa menjalankan perannya secara sungguh-sungguh terutama dalam hal
penggunaan anggaran. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah sudah memberikan
payung hukum yang jelas sehingga BPD tidak perlu ragu dalam menjalankan
fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Adanya
mekanisme ‘check and balance’ ini akan meminimalisir
penyalahgunaan keuangan desa.
2.4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Anggaran
2.4.1.
Pelaporan
dan Pertanggungjawaban Anggaran Pemerintah Pusat
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di
lingkungan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berupa Laporan Keuangan
yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK) yang dilampiri Laporan Keuangan Badan Layanan Umum
(BLU) pada kementerian negara/lembaga masing-masing. Laporan Keuangan
kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga disampaikan kepada
Menteri Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh
instansi kementerian negara. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara juga
menyusun Laporan Arus Kas. Selain itu, Menteri Keuangan sebagai wakil
Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar
laporan keuangan perusahaan negara. Semua laporan keuangan tersebut disusun
oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan
pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
kepada BPK paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas
laporan keuangan pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan
setelah laporan keuangan tersebut diterima oleh BPK dari Pemerintah.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara Pasal 30 menyebutkan bahwa Presiden menyampaikan Rancangan Undang-undang
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan, serta dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan negara dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintah.
Adapun jadwal pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pemerintah
pusat adalah sebagai berikut :
2.4.2.
Pelaporan
dan Pertanggungjawaban Anggaran Pemerintah Daerah
Untuk
pelaporan dan pertanggung jawaban anggaran pemerintah daerah, pelaksanaannya
sama dengan pemerintah pusat dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintah, Laporan
keuangan pokok terdiri dari:
1.
Laporan
Realisasi Anggaran (LRA);
Laporan
Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber
daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari
pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing unsur dapat
dijelaskan sebagai berikut :
(a) Pendapatan-LRA adalah penerimaan
oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah
lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh
pemerintah.
(b) Belanja adalah semua pengeluaran
oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran
Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah.
(c) Transfer adalah penerimaan atau
pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan
lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
(d) Pembiayaan (financing) adalah setiap
penerimaan/pengeluaran yang tidak berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang
perlu dibayar kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran
pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus
anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan
hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran
kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman.
2.
Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan
Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
3.
Neraca;
Neraca
menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban,
dan ekuitas pada tanggal tertentu.
4.
Laporan
Operasional (LO);
Laporan
Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan
penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu
periode pelaporan.
5.
Laporan
Arus Kas (LAK);
Laporan
Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi,
investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode
tertentu.
6.
Laporan
Perubahan Ekuitas (LPE);
Laporan
Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
7.
Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK)
Catatan
atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang
tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan
atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang
dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan
dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta
ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan
secara wajar
Selain
laporan keuangan pokok seperti disebut, entitas pelaporan wajib menyajikan
laporan lain dan/atau elemen informasi akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan (statutory reports).
Pelaporan
keuangan pemerintah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintah
diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan
pemerintah, antara lain:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, khususnya bagian yang mengatur keuangan negara;
b. Undang-Undang di bidang keuangan
negara;
c. Undang-Undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
d. Peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemerintah daerah,
khususnya yang mengatur keuangan daerah;
e. Peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah;
f. Peraturan perundang-undangan tentang
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan
g. Peraturan perundang-undangan lainnya
yang mengatur tentang keuangan pusat dan daerah.
Adapun jadwal pertanggungjawaban
pelaksanaan anggran pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
2.4.3.
Pelaporan
dan Pertanggungjawaban Anggaran Pemerintah Desa
Keuangan
Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta
segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban Desa. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa. Proses Penatausahaan dimulai dari membuat
Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa, Peraturan Desa,
Laporan Kekayaan Milik Desa, Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah
yang masuk ke desa dan diakhiri penyampaiaan kepada Bupati/Walikota dan
Masyarakat.
Formulir/Daftar yang dipergunakan:
1.
Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa.
2.
Peraturan
Desa.
3.
Laporan
Kekayaan Milik Desa.
4.
Laporan
Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
Pelaksana/Unit kerja yang terlibat:
1.
Sekretaris
Desa
2.
Kepala
Desa
3.
Bupati/Walikota
4.
Camat
atau sebutan lain
5.
Masyarakat
Tahapan kegiatan:
1.
Kepala
Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran.
2.
Laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa, terdiri dari pendapatan,
belanja, dan pembiayaan.
3.
Laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa ditetapkan dengan Peraturan
Desa.
4.
Peraturan
Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
dilampiri:
· format Laporan Pertanggungjawaban
Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran berkenaan;
· format Laporan Kekayaan Milik Desa
per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan; dan
· format Laporan Program Pemerintah
dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
5.
Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa merupakan bagian tidak
terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
6.
Laporan
realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi
yang mudah diakses oleh masyarakat.
7.
Media
informasi antara lain papan pengumuman, radio komunitas, dan media informasi
lainnya.
8.
Laporan
realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain.
9.
Laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa, disampaikan paling lambat 1
(satu) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Keuangan negara mempunyai berbagai
macam cabang pengetahuan, salah satunya adalah siklus anggaran. Siklus anggaran
dapat diartikan sebagai manajemen fungsi-fungsi perencanaan dan pelaksanaan
dari pengelolaan keuangan negara yang saling berkaitan. Siklus anggaran merupakan pedoman awal bagi
Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk dapat mengetahui dan mempelajari alur
penyusunan, penetapan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban anggaran.
Melihat begitu pentinganya siklus
anggaran, diharapkan dengan mempelajari dan mengetahui dan mengerti siklus
anggaran, diharapkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat mensinkronkan setiap
kebijakan pemerintah melalui program dan kegiatan yang akan disusun agar lebih
terarah kepada pelayanan masyarakat dengan mengutamakan money follow function.
DAFTAR PUSTAKA
Australia Indonesia Patnership For
Decentralisation (AIPD), 2013, Pengawasan
APBD bagi CSO, Jakarta
Basri, Muhammad Chatib,
2014, Pokok-pokok Siklus APBN di
Indonesia, penyusunan konsep kebijakan dan kapasitas fiscal sebagai langkah
awal, Jakarta
Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
2016, Pedoman Proses Perencanaan,
Penggangaran dan Pelaksanaan APBN, Jakarta
Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah,
Jakarta.
Republik Indonesia, 2014, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta.
Republik
Indonesia, 2006, Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
Jakarta
Republik
Indonesia, 2006, Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Jakarta